Hidayah Bukan Ditangan Kita
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Hidayah Bukan Ditangan Kita merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani. Kajian ini disampaikan pada 17 Jumadal Akhirah 1441 H / 11 Februari 2020 M.
Kajian Islam Ilmiah Tentang Hidayah Bukan Ditangan Kita
Hidayah bukan di tangan orang tua. Hidayah ada dua -sebagaimana yang kita ketahui bersama- ada hidayatut taufiq wal ilham, itu dari Allah semata. Dan ada hidayatul irsyad wal bayan, ini merupakan domain manusia. Allah mengatakan yang pertama:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَـٰكِنَّ اللَّـهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ
“Engkau tidak akan bisa memberikan hidayah kepada orang yang kau cintai, tapi Allah yang memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendakiNya.” (QS. Al-Qashash[28]: 56)
Untuk jenis hidayah yang kedua Allah mengatakan:
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ﴿٥٢﴾
“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar-benar memberikan bimbingan dan petunjuk (pengarahan) kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura[42]: 52)
Dan tentunya hidayah bukan di tangan kita (orang tua). Sekeras apapun usaha yang kita lakukan, semaksimal apapun ikhtiar yang kita upayakan, kita tidak akan bisa memberikan hidayah kepada anak-anak kita. Karena hidayah itu ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu hidayah taufiq.
Oleh karena itu salah satu upaya kita adalah memohon kepada Allah karena Dialah pemiliki hidayah itu. Kita harus memohonnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memudahkan hidayah itu untuk anak-anak kita. Dan ini merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan oleh para orang tua. Kita harus sadar bahwa hidayah bukan di tangan kita, pemberi hidayah adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah mengatakan:
فَإِنَّ اللَّـهَ يُضِلُّ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ ۖ
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyesatkan siapa yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Fatir[35]: 8)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentunya hamba yang paling bertakwa, hamba yang paling takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hamba yang dicintai Allah. Namun demikian beliau tidak mampu memberikan hidayah kepada paman beliau tercinta, yaitu Abu Thalib. Bagaimana pula dengan kita? Ddemikian pula para Nabi dan Rasul, seperti Nabi Nuh ‘Alaihis Salam tidak bisa memberikan hidayah kepada anaknya. Apalah arti keshalihan kita dibanding Nabi Nuh ‘Alaihis Salam? Beliau tidak mampu memberikan hidayah itu kepada putra beliau. Ketika air bah melanda, Nabi Allah ini bersikukuh berseru kepada anaknya. Ini dakwah, nasihat, seruan Nabi Nuh kepada putranya.
…يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ ﴿٤٢﴾
“Wahai anakku, naiklah ke atas kapal bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Hud[11]: 42)
Namun Allah tidak berkenan memberi petunjuk itu kepada anaknya. Allah tidak berkenan memberikan hidayah kepada putranya itu. Putranya menjawab:
سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ
“Aku akan mencari perlindungan ke atas puncak gunung yang dapat menghindarkan aku dari air banjir.” (QS. Hud[11]: 43)
Nabi Nuh mengajaknya kembali, menjelaskan kepada putranya:
لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّـهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ
“Tidak ada yang dapat melindungi dirinya dari siksa Allah pada hari ini kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.” (QS. Hud[11]: 43)
Namun gelombang menjadi penghalang antara keduanya. Maka putra Nabi Nuh ini termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.
Ketika itulah rasa sayang seorang ayah terhadap anak muncul dari diri beliau. Maka terucaplah permohonan:
..رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ ﴿٤٥﴾
“Ya Rabbku, sesungguhnya anakku adalah keluargaku, tapi janjiMu adalah benar, Engkau adalah hakim yang paling adil.” (QS. Hud[11]: 45)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan Nabi Nuh, Allah mengatakan:
يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۖ إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ ﴿٤٦﴾
“Wahai Nuh, sesungguhnya anakmu itu bukanlah termasuk keluargamu (pengikutmu). Karena perbuatannya itu sungguh tidak baik (yaitu menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak mau menyambut seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak percaya kepada janji Allah Subhanahu wa Ta’ala). Ssebab itu janganlah kau memohon kepadaKu sesuatu yang tidak engkau memiliki ilmu tentangnya. Aku menasihatimu agar engkau tidak termasuk orang-orang yang jahil.” (QS. Hud[11]: 46)
Menyadari kekhilafannya itu Nabi Nuh pun meminta maaf kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Nuh berkata seperti apa yang Allah sebutkan dalam surat Hud:
رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُن مِّنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٤٧﴾
“Ya Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu untuk memohon kepadaMu sesuatu yang aku tidak tahu ilmunya tentangnya. Dan kalau Engkau tidak mengampuniku dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Hud[11]: 47)
Dari sini kita ambil pelajaran dan memetik satu hikmah yang sangat besar, bahwa hidayah itu bukan di tangan kita. Kita hanya mampu berikhtiar dan berusaha melakukan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala bebankan dan wajibkan atas kita, yaitu mendidik anak-anak. Kita hanya bisa berusaha dan memohon hidayah itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu, selayaknya setiap waktu kita merasa fakir dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena setiap usaha dan jerih payah kita kerahkan untuk mengasuh dan mendidik anak menjadi shalih hendaknya diiringi dengan permohonan yang tulus kepada Allah. Yaitu ikhlaskanlah doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan hidayah itu untuk anak-anak kita. Jangan lupakan doa kita untuk anak-anak kita. Saat kita terbangun di tengah malam di sepertiga akhir malam, waktu yang mustajab untuk berdoa. Allah turun ke langit dunia menantang hamba-hambaNya untuk berdoa:
مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Siapa yang berdoa kepadaKu Aku perkenankan doanya, siapa yang meminta kepadaKu Aku perkenankan permintaannnya, siapa yang memohon ampunan kepada Aku niscaya Aku akan mengampuni dia.” (HR. Bukhari Muslim)
Itu waktu yang paling utama. Dalam sehari semalam 24 jam, waktu yang paling utama adalah sepertiga akhir malam. Waktu yang istimewa, Allah turun ke langit dunia. Maka ketika kita bangun pada saat itu, jangan lupa kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di waktu sahur itu.
Lihat juga: Ahlussunnah Mengimani Sifat Turunnya Allah ke Langit Bumi
Salah satu doa yang perlu kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah doa untuk anak-anak kita:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan doa-doa lain yang bisa kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memohon kepadaNya supaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan anak-anak kita menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, bermanfaat dan berguna bagi Islam dan kaum muslimin. Ini merupakan usaha yang terbaik dan terbesar seorang ayah dan ibu untuk anak-anaknya.
Maka sudah sejauh mana kesungguhan kita memanjatkan doa untuk anak-anak kita? Karena hanya Allah yang kuasa menggerakkan hatinya, Allah yang kuasa membuka pintu hatinya untuk mau mengikuti dan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya. Kita tidak mampu mengawsi anak kita 24 jam. Dan kita tidak tahu juga untuk menghadang bisikan-bisikan setan terhadap anak-anak kita, gangguan-gangguan setan terhadap anak-anak kita. Karena setan juga memangsa anak adam ini semenjak dia lahir dari perut ibunya. Setan menusuknya sehingga menangislah, menjeritlah bayi itu. Itu salah satu sebab bayi itu menangis dan menjerit ketika keluar dari rahim ibunya. Setan mengganggunya, setan sudah mulai mengganggunya sSemenjak dia hadir ke dunia. Dan itu adalah salah satu musuh kita.
Maka kita tidak mampu untuk melindungi 24 jam anak-anak kita ini. Maka tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Itu pentingnya kita berdoa untuk anak-anak kita, terutama doa agar dimudahkan untuk mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menjadi muslim yang taat, menjadi orang yang shalih.
Ini adalah salah satu usaha di sampingnya keshalihan orang tua seperti yang sudah kita bahas sebelumnya bahwa keshalihan orang tua ini akan berdampak besar terhadap perkembangan anak. Ketaatan yang dilakukan orang tua, itu akan memberikan manfaat bagi anak. Amal shalih yang dilakukan oleh orang tua, itu akan berdampak baik untuk anak. Ibadah yang dikerjakan oleh orang tua, ini akan memberikan satu faidah bagi si anak. Dan salah satunya adalah doa yang kita panjatkan untuk anak-anak.
Oleh karena itu, coba kita upayakan mengejar waktu-waktu mustajab ketika berdoa; sepertiga akhir malam, antara adzan dan iqomat, ketika hujan turun, ketika kita sujud dalam shalat, doa-doa sesudah shalat, satu waktu di hari Jumat (yaitu di bagian akhirnya/antara ashar dan terbenamnya matahari ada satu waktu yang mustajab bagi seorang mukmin), ketika kita mengerjakan ibadah misalnya umroh atau haji, di padang Arafah, selesai melontar jumrah, antara jumratul ula dan wustha, antara wustha dan aqabah, ketika kita berada di bukit shafa dan bukit marwah, dan moment-moment lain yang bisa kita manfaatkan untuk berdoa.
Download dan simak penjelasan lengkapnya pada menit ke-13:36
Lihat juga: Cara Mendidik Anak dan Pentingnya Mencetak Generasi Rabbani
Kajian Islam Tentang Hidayah Bukan Ditangan Kita
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48406-hidayah-bukan-ditangan-kita/